Selamat Datang di Blog BPP Panca Rijang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan

Thursday, July 5, 2012

GEJALA DEFISIENSI UNSUR HARA PADA TANAMAN JAGUNG




KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput‐rumputan dengan spesies Zea mays L. jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku yang paling bawah, yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah.

Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60‐300 cm.

Daun jagung memanjang dan keluar dari buku‐buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8‐48 helaian. Tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelompok daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelompok daun umumnya membungkus batang. Antara kelompok dan helaian terdapat lidah daun yang disebut liguna. Liguna ini berbulu dan berlemak. Fungsi liguna adalah mencegah air masuk kedalam kelompok daun dan batang.

Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung juga termasuk bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda. Bungan jantan terdapat di ujung batang. Adapun bungan betina terdapat di ketiak daun ke‐6 atau ke‐8 dari bunga jantan.

Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200‐400 biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut paricarrp. Bagian atau lapisan kedua yaitu endosperm yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga.

Banyak metode untuk mengevaluasi kesuburan tanah didasarkan pada observasi atau pengukuran parameter pertumbuhan tanaman yang sedang tumbuh. Metode-Metode seperti ini mempunyai banyak keunggulan karena tanaman berfungsi sebagai indikator dari semua faktor pertumbuhan dan merupakan produk yang dituju oleh petani penanamnya.

GEJALA DEFISIENSI UNSUR HARA PADA TANAMAN JAGUNG

Gejala kahat hara yang timbul disebabkan karena kebutuhan hara tidak terpenuhi baik dari tanah maupun dari pemberian pupuk. Tanaman kekurangan unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak serta dapat digunakan sebagai penunjang informasi yang sangat penting untuk perencanaan pemupukan pada musim berikutnya. Kahat hara yang dapat dideteksi dini dapat diatasi dengan penambahan pupuk.


KAHAT NITROGEN (N)

Pada tanaman masih muda seluruh permukaan daun berwarna hijau kekuningan. Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun. Warna kuning membentuk huruf V. Gejala nampak pada daun bagian bawah, karena N sifatnya mobil dalam tanaman, gejala kahat N ini berangsur-angsur akan merambah ke daun-daun di atasnya. Daun tua akan mati dan tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil, pembungaan terlambat, dan pertumbuhan akar terbatas sehingga produksi rendah.


Gambar Gejala Kahat N :
Warna kuning membentuk huruf V di sekitar tulang daun, 
terutama daun bagian bawah


KAHAT FOSFOR (P)

Kahat fosfor umumnya sudah tampak waktu tanaman masih muda. Gejala awal dimulai dengan daun yang berwarna ungu-kemerahan. Hasil tongkol menunjukkan tongkolnya kecil dengan ujung janggel melengkung. Suhu tinggi dan udara kering dapat menyebabkan kahat P, meskipun P dalam tanah cukup. Kahat P menyebabkan pemasakan biji menjadi lambat dan produksi rendah.


Gambar Gejala Kahat P :
Pinggir daun berwarna ungu-kemerahan mulai dari ujung ke pangkal daun,
terutama nampak pada daun bagian bawah


KAHAT KALIUM (K)

Kahat kalium dimulai dengan warna kuning atau kecoklatan sepanjang pinggir daun pada daun tua. Warna tersebut akan berkembang ke arah tulang daun utama dan pada daun-daun di atasnya. Gejala umum kahat K lainnya adalah warna coklat tua pada buku batang bagian dalam dan dapat diketahui dengan mengiris batang secara memanjang. Ukuran tongkol kadang-kadang tidak terlalu dipengaruhi seperti halnya pada kahat N dan P, tetapi biji-biji pada jagung tidak berkembang dan tongkol jagung memiliki banyak klobot dengn biji sedikit sebagai akibat kahat K.


Gambar Gejala Kahat K :
Warna kuning membentuk huruf V terbalik pada pinggir daun,
 terutama daun bagian bawah.


KAHAT BELERANG (S)

Kahat belerang tampak pada daun muda yang berwarna hijau muda dengan pertumbuhan yang terhambat. Sering dijumpai pada tanah berpasir atau tanah dengan bahan organik rendah.

Gambar Gejala Kahat S :
 Pangkal daun berwarna kuning
 nampak pada daun yang terletak di dekat pucuk


 KAHAT MAGNESIUM (Mg)

Kahat magnesium menyebabkan timbulnya warna keputihan sepanjang kanan dan kiri tulang daun pada daun tua dengan warna keunguan sepanjang pinggir daun. Gejala ini dapat merupakan indikasi bahwa tanah tersebut masam, terutama timbul pada tanaman muda dengan pengolahan tanah yang kurang intensif. Pemberian dolomit dapat mengatasi masalah kahat Mg ini pada tahun-tahun berikutnya.


Gambar Gejala Kahat Mg :
Warna keputihan sepanjang tulang daun pada daun tua
dengan warna merah keunguan sepanjang pinggir daun


KAHAT SENG (Zn)

Kahat Seng (Zn) ditandai oleh garis-garis klorotik yang paralel dengan tulang daun utama pada daun muda, ruas pendek dan tanaman kerdil.

KAHAT BORON (B)  

Tanaman tanpa tongkol atau tongkolnya steril pada pertanaman dengan populasi tinggi.

KAHAT TEMBAGA (Cu)

Daun pucuk mengering atau melilit.


GEJALA PADA AKAR
1. Akar yang banyak dan dalam dari tanaman menunjukkan tanaman sehat.


2. Fosfor pada awal pertumbuhan menyebabkan perkembangan akar tidak sempurna.



3. Tanah masam menyebabkan akar nagian bawah berubah warna dan busuk, terutama pada akar penunjang yang tumbuh pada buku ketiga dan keempat.


4. Kerusakan karena zat kimia menyebabkan akar tidak berkembang.


GEJALA PADA BATANG




1. Batang yang sehat mempunyai ukuran normal. Batang tersebut bila dipotong memanjang akan terlibat bagian dalam batang berwarna keputihan dan sehat.

2. Tanaman perlu dipupuk. Kalium apabila batang dipotong menunjukkan warna coklat pada bukunya.

3. Kahat Fosfor mempunyai batang yang lemah dan kecil, kadang-kadang tanaman tidak membentuk tongkol atau tongkolnya kecil. Pada daun tua berwarna ungu.

4. Tanaman jagung membentuk anakan bila tanaman dipupuk terlalu banyak Nitrogen pada awal pertumbuhannya.

5. Gejala serangan penyakit pada batang juga menyebabkan timbulnya ikatan pembuluh yang berwarna kehitaman pada batang bagian atas dengan warna yang lebih gelap pada bantang bagian bawah. Busuk pada batang bagian dalam menyebabkan tanaman cepat mati dan batangnya patah. Tongkolnya mengecil dengan banyak kelobot dan bijinya ringan.

GEJALA PADA TONGKOL

1. Tongkol normal yang mendapat cukup pupuk dan berproduksi tinggi, beratnya sekitar 150-225 gram. Ujung kelobot tidak penuh berisi biji.



2. Tongkol besar yang beratnya lebih dari 225 gram dengan biji yang memenuhi ujung kelobot merupakan indikasi bahwa populasi tanaman terlalu sedikit untuk mencapai produksi yang menguntungkan.



3. Tongkol kecil menunjukkan bahwa tanahnya kurang subur, populasi tanaman terlalu banyak atau ada masalah lainnya.



4. Kahat Kalium menyebakan ujung tongkol tidak berbiji penuh, bijinya jarang dan tidak sempurna.



5. Kahar Fosfor mengganggu persarian dan pembentukan biji. Tongkolnya kecil, sering bengkok dengan  pembentukan biji yang tidak sempurna.



6. Rambut hijau saat tongkol masak menunjukkan bahwa tanaman terlalu banyak dipupuk Nitrogen.


Referensi :
Identifikasi Gejala Kekurangan Unsur Hara pada Tanaman Jagung. 2010. BPTP NTB.
Teknik Budidaya Tanaman Pangan. Anonim.
Usaha Tani Jagung. Rahmat Rukmana. Penerbit Kanisius. 
sumber: http://kesuburankelasb.blogspot.com/2010/10/gejala-defisiensi-unsur-hara-pada.html

Keracunan besi (iron toxicity)

Gejala tanaman yang keracunan besi terlihat dari bercak-bercak kecil berwarna coklat pada daun-daun bawah. Bercak-bercak kecil tersebut berkembang dari pinggir daun kemudian menyebar ke pangkal (Gb. 81) dan berubah warna menjadi coklat, ungu, kuning atau oranye, lalu mati (Gb. 82). Pertumbuhan dan pembentukan anakan terhambat, sistem perakarannya jarang atau sedikit, kasar, dan berwarna coklat gelap atau membusuk.
Untuk mengatasi keracunan besi, gunakan varietas toleran seperti Banyuasin, Mendawak, dan Lambur dan atau pakai pupuk K secukupnya, lakukan pengairan berselang (intermitten), dan tambahkan bahan organik ke sawah.
Sumber Balai PEngkajian Kalsel dan IRRI

Kahat kalium (potassium deficiency)

Tanaman padi yang kekurangan unsur hara K sebagian akarnya membusuk, tanaman kerdil (Gb. 76), daun layu/terkulai, pinggiran dan ujung daun tua seperti terbakar (daun berubah warna menjadi kekuningan/oranye sampai kecoklatan yang dimulai dari ujung daun terus menjalar ke pangkal daun (Gb. 77), anakan berkurang, ukuran dan berat gabah berkurang. Tanaman yang kahat kalium juga lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta keracunan besi.
Sumber Balai Pengkajian Kalsen dan IRRI

Kahat nitrogen (nitrogen deficiency)

Tanaman yang mengalami kahat nitrogen memperlihatkan gejala pertumbuhan yang kerdil dan menguning, daun lebih kecil dibandingkan daun tanaman sehat (Gb. 72). Gejala umum kekurangan N pada tanaman muda adalah seluruh tanaman menguning (Gb. 73), sedangkan pada tanaman tua gejalanya terlihat nyata pada daun bagian bawah (tua) yang berwarna hijau kekuning-kuningan hingga kuning. Selain itu, anakan yang dihasilkan berkurang dan terlambat berbunga, tetapi proses pemasakan lebih cepat sehingga kebernasan berkurang. Gabah dari malai yang dihasilkan juga berkurang.
Sumber Balai Pengkajian Kalsel dan IRRI 
 

Sunday, July 1, 2012

TEHNIK BUDIDAYA PADI HIBRIDA

PENDAHULUAN

Pengertian dari padi hibrida adalah turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua galur murni. Varietas padi hibrida yang akan dikembangkan merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul jantan (A) dengan restorer (R).
Ada 2 varietas yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Padi, yaitu varietas Rokan dan Maro. Kedua varietas ini mempunyai daya hasil tinggi, di lokasi yang sesuai dapat menghasilkan 1,0 s.d. 1,5 ton / hektar ebih tinggi daripada varietas IR 64. Namun demikian, kedua varietas hibrida ini tidak selalu memberikan hasil yang tinggi daripada IR 64 di semua lokasi. Artinya, tidak semua lokasi sesuai untuk budidaya padi hibrida tersebut.
Dan yang terbaru ada 2 padi hibrida hasil penelitian Balai Besar Penelitian Tanmaan Padi Sukamandi bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah yang akan dikembangkan adalah : IR 58025A / IR 168 dan IR 62829A / B 8049F masing-masing dilepas oleh Menteri Pertanian tanggal 7 Pebruari 2007 dengan nama HIPA 5 CEVA dan HIPA 6 JETE dengan potensi hasil 8,4 ton – 10,6 ton per hektar GKG.
Dengan sifat – sifat seperti diuraikan di atas, kedua padi hibrida tersebut dianjurkan untuk dibudidayakan di lokasi yang sesuai pada lahan sawah yang subur dengan irigasi terjamin dan bukan daerah endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.


TEHNIK BUDIDAYA

1. Benih

Benih padi hibrida hanya dapat digunakan untuk satu kali musim pertanaman. Karena benih dari hasil pertanaman padi hibrida tidak dapat ditanam kembali, maka setiap kali menanam harus menggunakan benih baru. Untuk 1 hektar areal pertanaman membutuhkan antara 10 – 20 kg benih. Sebelum disebar, benih direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam selama 24 jam ditempat yang aman.

2. Pesemaian

- Areal untuk lahan pesemaian diusahakan bukan bekas tanaman padi atau bero untuk menghindari benih tercampur dengan padi varietas lain.
- Tanah diolah, dicangkul atau dibajak, dibiarkan dalam kondisi macak-macak selama minimal 7 hari agar gabah yang ada dalam tanah tumbuh sehingga bisa dibersihkan sebelum benih disebar.
- Buat bedengan dengan tinggi 5-10 cm, lebar 110 cm dan panjang disesuaikan dengan ukuran petak dan kebutuhan.
- Pupuk pesemaian dengan urea, TSP dan KCl masing-masing sebanyak 5 gr/m2.
- Sebar benih yang telah diperam dengan merata.

3. Persiapan Lahan.

- Tanah diolah secara sempurna yaitu dibajak I, dibiarkan selama 5-7 hari dalam keadaan macak-macak kemudian dibajak II dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan tanah.
Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan yang telah diratakan disemprot dengan herbisida pratumbuh dan dibiarkan selama 7-10 hari.

4. Penanaman.

- Penanaman dilakukan saat bibit berumur 21 hari.
- Jarak tanam 20 x 20 cm, satu tanaman per rumpun.
- Biasanya pada umur 21 hari ada sebagian bibit yang telah mempunyai anakan karena populasi bibit dipesemaian lebih jarang dari yang biasa dipraktekan petani. Bibit yang telah mempunyai anakan tidak boleh dipisahkan pada saat menanam.

5. Pemupukan.

a. Musim kemarau
- Takaran pupuk : 300 kg urea, 100 kg SP 36
dan 150 kg KCl/ha.
- Waktu pemberian :
1. Saat tanam : 60 kg urea + 100 kg SP 36
+ 100 kg KCl/ha.
2. 4 MST : 90 kg urea /ha.
3. 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
4. 5% berbunga : 75 kg urea/ha.
b. Musim hujan
- Takaran pupuk : 250 kg urea, 100 kg SP 36
dan 150 kg KCl/ha.
- Waktu pemberian :
1. Saat tanam : 50 kg urea + 100 kg SP 36
+ 100 kg KCl/ha.
2. 4 MST : 75 kg urea /ha.
3. 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
4. 5% berbunga : 50 kg urea/ha.

6. Pemeliharaan Tanaman

- Penyiangan dilakukan secara intensif paling sedikit 2 kali menjelang pemupukan 2 dan 3

- Padi hibrida peka terhadap penyakit tungro dan hama wereng coklat, oleh karena itu hindari pengembangan di daerah endemis hama dan penyakit, terapkan PHP dengan monitoring keberadaan tungro dan populasi wereng coklat. Perhatikan juga serangan hama tikus dan penerbangan ngengat penggerek batang.
- Insektisida yang manjur mengendalikan hama wereng coklat dan wereng punggung putih diantaranya fipronil dan imidakloprid. Insektisida buprofezin juga dapat digunakan untuk mengendalikan. Untuk mengendalikan penyakit tungro dapat digunakan insektisida imidakloprid, tiametoksan, etofenproks dan karbofuran.

7. Panen

- Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau sekitar 90 % malai telah menguning.
- Setelah dipanen, gabah harus segera dikeringkan agar diperoleh rendemen dan mutu beras yang baik.
- Pada prinsipnya cara panen dan pengolahan hasil padi hibrida tidak berbeda dengan padi biasa (padi inbrida).
Lazada Indonesia